Jumat, 14 Agustus 2009
P A T A H
Seiring musim yang hilir mudik di tepi mimpi, sang bayu pun hadir mengalir dalam derunya hati. Terselip sejuta harap yang hampir pudar laksana lukisan malam yang dijemput pagi.
Kurasakan ragaku menggigil bersama derap langkahmu yang makin tersamarkan. Bayangmu pun makin tak tergambarkan dan akhirnya kudapati tubuhku terbaring di antara hampar ilalang.
Masih bolehkah aku melangkah bersama hampar ilalang di sepanjang jalan kenangan
tuk menata kembali tiap jengkal kehidupan dan mendaur airmata yang pernah tumpah ruah dalam dekapan?
Masih bolehkah aku tertawa saat senja bergerimis mulai mendulang suka lalu menjemput gelap di batas mata dan menuang rindu pada malam penuh cinta?
Namun ku hanya mampu tertunduk di tepi musim, meski masih ada hangat secuil rindu yang menggebu pada tarian ilalang di hampar kenang dan pada senja bersalju merajut beku. Hampir usai deru itu di penghujung waktu, atau sudah kah waktunya mengubur lalu?
Entah…
Kini hanya dedaun sunyi mengitari renungku pada malam senyap. Suntuk menghakimi dengan ribuan tanya tentang pekat. Gelegar bingar senyummu mencampakkan degup harapku. Persimpangan jalan menganga menunggu waktu. Kini langkah tercekat dan takdir semakin cepat tersekat.
Hingga malam ini gerimis mengosongkan riuh malam sepanjang perjalanan gelisah yang merantaiku dengan berjuta ragu.
Masihkah kau menginginkan ku?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar